Senin, 06 Juni 2016

Teori Skinner

A.  TEORI PENGKONDISIAN OPERAN SKINNER
            Skinner (1958) memberikan definisi belajar “ Laerning is a process of progressive behavior adaptation”. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa belajar itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif.
Teori pengkondisian yang terkenal adalah pengkondisian operan (operan conditioning) yang dirumuskan oleh Burrus Frederick (1904-1990). Diawali pada 1930-an, Skinner menerbitkan serangkaian tulisan ilmiah yang melaporkan hasil-hasil penelitian laboratorium terhadap binatang tempat ia mengindetifikasi berbagai komponen dari pengkondisian operan. Skinner merangkum sebagai sebagai besar dari karya tulis awalnya ini dalam bukunya yang terkenal,The Behavior of Organisms (Skinner,1938).
Sejarah Munculnya Teori Kondisioning Operan B.FSkinner 
Asas pengkondisian operan B.F Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori S-R. Pada waktu itu model kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat pada pelaksanaan penelitian. Istilah-istilah seperti cues (pengisyaratan), purposive behavior (tingkah laku purposive) dan drive stimuli (stimulus dorongan) dikemukakan untuk menunjukkan daya suatu stimulus untuk memunculkan atau memicu suatu respon tertentu. Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu, banyak tingkah laku menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespon nanti. Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi. Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.

            Istilah pengkondisian operan yang diperkenalkan oleh fisiolog Amerika ini menyempurnakan prosedur Thorndike. Skinner memakai tikus sebagai bahan penelitiannya, dan dalam penelitian ini ia melengkapi kotak jebakan dengan umpan di sana-sini sebagai petunjuk arah yang benar. Kotak jebakan ini terdiri atas dua komponen, yaitu manipulandum dan alat pemberi penguatan (reinforcement) yang antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini terdiri dari tombol, batang jeruji, dan pengungkit.
            Dalam eksperimen ini, mula-mula tikus mengeksplorasi kotak dengan berlari-lari atau mencakari dinding. Aksi ini disebut “emitted behavior” (tingkah laku yang terpancar tanpa mempedulikan stimulus tertentu). Sampai pada suatu ketika secara kebetulan salah satu “emitted behavior” tersebut dapat menekan pengungkit yang menyebabkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya sehingga tikus dapat mendapatkan makanan.
            Butir-butir makanan ini merupakan reinforce bagi penekanan pengungkit. Penekanan pengungkit inilah yang disebut tingakah laku operant yang akan terus meningkat apabila diiringi dengan reinforcement, yakni pengauatan berupa butir-butir makanan yang muncul.
Skinner menyimpulkan mekanisme hukuman dan hadiah itu memang mempertajam respons hewan sekaligus memacunya belajar. Pengkodisian operan sesungguhnya adalah bentuk sederhana dari cara belajar atau modifikasi perilaku, dan inilah unsur terpenting dari riset Pavlov meskipun pada saat itu belum begitu nampak.
Teori ini dikembangkan oleh B.F Skinner.Menurut Skinner dalam (Dimyati Mahmud, 1989: 123) tingkah laku bukanlah sekedar respon terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja atau operant. Operant ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya.
            Skinner mengemukakah bahwa perubahan perilaku tergantung pada konsekuensinya yang segera. Konsekuensi yang menyenangkan menguatkan perilaku, sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan melemahkan perilaku itu. konsekuensi yang menyenangkan biasanya dinamakan penguatan (reinforcement), sedangkan konsekuensinya yang tidak menyenangkan dinamakan hukuman (punishment). Menurut Skinner, konsekuensi sangat menentukan apakah seseorang akan mengulangi atau tidak suatu tingkah laku pada saat lain di waktu yang akan datang.
Tingkah laku merupakan hubungan antara rangsangan dengan respons yang diberikan. Skinner membedakan adanya dua macam respon, yaitu:
  1. Respondent response (reflexive response), yaitu respon yang ditimbulkan oleh suatu perangsang-perangsang tertentu. Misalnya, keluar air liur saat melihat makanan tertentu. Perangsang-perangsang yang demikian itu disebut eliciting stimuli, menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Pada umumnya, perangsang-perangsang yang demikian mendahului respon yang ditimbulkannya.
  2. Operant response (instrumental response), yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-peerangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang itu memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi, perangsang yang demikian itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu yang telah dilakukan. Misalnya, jika seorang anak belajar (telah melakukan perbuatan), lalu mendapat hadiah, maka ia akan menjadi lebih giatbelajar (intensif/ kuat).
Pada kenyataannya, respon jenis pertama (respondent/reflexive response/behavior) sangat terbatas adanya pada manusia. Sebaliknya operant response/behavior merupakan bagian terbesar dari tingkah laku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbatas. Oleh karena itu, fokus teori Skinner adalah pada respons atau jenis tingkah laku yang kedua ini. Persoalannya adalah bagaimana menimbulkan, mengembangkan dan memodifikasi tingkah laku-tingkah laku tersebut (dalam belajar atau dalam pendidikan).
1.    Penguatan
           Penguatan didefinisikan sebagai segala konsekuensi yang memperkuat yaitu meningkatkan frekuensi perilaku. Efektivitas penguatan harus didemonstrasikan atau ditunjukkan, tidak bisa dikatakan suatu penguatan sebelum ada bukti bahwa penguatan itu menguatkan perilaku seseorang. Misalnya, gula-gula mungkin dianggap penguatan bagi anak-anak, tetapi setelah anak makan kenyang gula-gula tidak disukai lagi. Bahkan anak-anak tertentu tak suka gula-gula. Ini menunjukkan bahwa tak ada penguatan yang dapat menjadi penguat bagi setiap orang dalam semua kondisi. Jenis-jenis penguatan tersebut antara lain :


a.       Penguatan primer dan penguatan sekunder
            Penguatan primer memberi kepuasan pada kebutuhan fisik manusia, seperti makanan, air, keamanan, kehangatan, dan seks. Penguatan sekunder adalah penguatan yang menghendaki nilai dengan mengasosiasikan kepada penguatan primer atau penguatan sekunder yang mapan lainnya. Sebagai contoh, uang tidak punya nilai bagi anak-anak sampai anak itu belajar bahwa uang bisa digunakan untuk membeli sesuatu yang sifatnya primer atau sekunder. Angka adalah kecil sekali nilainya bagi siswa sampai orang tuanya mengingatkannya dan menghargainya, dan hadiah orang tua bernilai karena dikaitkan dengan cinta, kehangatan, keselamatan, dan penguatan lainnya. Uang dan angka adalah contoh penguat sekunder karena tidak punya nilai kecuali dikaitkan dengan penguatan primer atau penguatan sekunder yang telah mapan. Ada tiga kategori dasar penguatan sekunder :
1.      Penguatan sosial seperti hadiah, senyum, pelukan, perhatian.
2.      Penguatan kegiatan, seperti kesempatan memainkan permainan, game, atau kegiatan menyenangkan, dan
3.      Token atau penguatan simbolis, seperti uang, angka, bintang, atau koin yang dapat ditukar dengan penguatan lainnya.
b.      Penguatan positif dan negatif
            Penguatan yang paling sering digunakan adalah barang yang diberikan pada siswa. Ini dinamakan penguatan positif karena dapat memperkuat perilaku yang meliputi hadiah, angka, dan bintang. Namun cara lain untuk menguatkan perilaku adalah menghilangkan konsekuensi perilaku yang tidak menyenangkan atau menjauhkan sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi. Penguatan yang menghilangkan situasi yang tidak menyenangkan dinamakan penguatan negatif. Istilah ini sering disalahtafsirkan sebagai hukuman. Untuk menghindari salah tafsir ini perlu diingat bahwa penguatan baik positif maupun negatif memperkuat perilaku sedangkan hukuman melemahkan perilaku.
2.      Hukuman
Hukuman menurut Skinner (Schunk, 2012), konsekuensi yang menghasilkan berkurangnya perilaku atau seperti yang dikemukakan oleh Slavin (2009), hukuman adalah konsekuensi yang tidak memberi penguatan tetapi melemahkan perilaku. Hukuman ditujukan untuk mengurangi perilaku dengan menjatuhkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Hukuman menurunkan kemungkinan munculnya respon terhadap sebuah stimulus di masa mendatang. Hukuman meliputi 3 ( tiga ) bentuk yaitu:
a.       Hukuman presentasi
Hukuman presentasi adalah penggunaan konsekunsi yang tidak menyenangkan atau rangsangan yang tidak sesuai seperti siswa di suruh menulis “ saya tidak akan membuang sampah sembarangan “ 200 kali.
b.      Hukuman penghapusan
Hukuman penghapusan adalah penghapusan penguatan. Misalnya siswa di hokum dengan tidak boleh istirahat, berdiri di depan kelas, atau di hilangkan hak- haknya.
c.       Time out
Bentuk lain dari hukuman adalah “ time out “ yaitu menghukum siswa yang perilakunya melanggar tata tertib kelas dengan menyuruh berdiri di sudut kelas, dengan tujuan agar perilaku nakal itu dapat hilang atau agar siswa lain terhindar dari perilaku nakal. Di luar itu , ada 4 alternatif hukuman yang di pandang edukatif dan lebih sejalan dengan teori pengkondisian operan :
1.      Mengubah stimulus – stimulus diskriminatif , misalnya memisahakan tempat duduk siswa yang berperilaku buruk dari siswa yang lain yang berperilaku buruk pula.
2.      Membiarkan perilaku yang tidak di inginkan terus berlanjut, misalnya siswa yang berdiri padahal seharusnya duduk di suruh untuk terus dan tetap berdiri.
3.      Menghilangkan perilaku yang tidak di inginkan , misalnya, tidak mengacukan perilaku negatif ringan supaya tidak di perkuat olehperhatian guru.
4.      Mengkondisikan perilaku yang tidak sesuai , misalnya menguatkan kemajuan belajar hanya ketika siswa tidak berperilaku buruk ( schunk , 2012 )
Banyak pendapat penelitian menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus penggunaan hukuman dapat memperbaiki perilaku misalnya, bagi beberapa siswa yang biasa keluar kelas tanpa izin di hukum dengan menunda kepulangannya sepuluh menit di banding siswa lainnya. Bisa di pastikan mereka yang di hukum tidak akan berani lagi keluar kelas tanpa izin. Tapi perlu di ingat bahwa dalam member hukuman harus di rasakan sebagai nestapa. Jika tidak maka itu bukan hukuman. Misalnya, siswa yang suka menganggu teman duduknya di hukum dengan disuruh keluar kelas. Di luar kelas, siswa malah senang bisa makan bakso di kantin atau malah pulang ke rumah.

B.  TEORI SKINNER DALAM PEMBELAJARAN IPA
            Menurut Skinner mengajar adalah mengatur kesatuan penguat untuk mencapai proses belajar. Dengan demikian tugas guru harus sebagai arsitek dalam membentuk tingkah laku siswa melalui penguatan sehingga dapat membentuk respons yang tepat bagi siswa.
            Dengan kata lain focus nyata dalam pengajaran adalah pemberian penguatan yang konsisten, segera dan positif bagi tingkah laku yang tepat dan bagi pencapaian tujuan pengajaran yang diinginkan. Pengajaran berprogram adalah model yang diajukan oleh Skinner berdasarkan teori belajarnya.
Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam teori belajar Behaviorisme yang berpedoman pada perubahan tingkah laku setelah melakukan pembelajaran dapat diterapkan dengan menggunakan stimulus-stimulus yang dapat membangkitkan semangat siswa dalam belajar dan mampu merangsang siswa untuk mengubah perilakunya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Misalnya dalam mengajarkan materi tentang diri sendiri di kelas I SD, stimulus dapat diberikan dengan cara menunjukkan gambar/foto Tubuh manusia atau menunjukkan torso manusia, dengan menunjukkan media tentu siswa akan lebih tertarik dan termotivasi untuk melakukan pembelajaran.
Selanjutnya dengan menunjukkan media pembelajaran yang menarik tentu siswa akan menunjukkan respons yang positif, respons yang diberikan siswa merupakan tindakan, jika siswa melakukan perubahan tingkah laku , (misalnya siswa bertanya fungsi anggota tubuh manusia, atau mampu menjawab pertanyaan yang diberikan guru setelah melihat media contohnya menujukkan bagian tubuh manusia dan bertanya pada siswa apa fungsinya siswa yang mampu menjawab dengan benar dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai diindikasikan telah terjadi perubahan perilaku yakni perilaku dari tidak tahu menjadi tahu)
Untuk mempertahankan pengetahuan dalam benak siswa dalam pembelajaran IPA sesuai dengan teori Operant Concitioning yang dikemukan Skinner. Operant Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operan (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali. Dalam pembelajaran IPA agar pengetahuan (perilaku/tindakan) siswa dapat bertahan dalam ingatannya perlu dilakukan pengutan dengan cara mengulang (drill) materi yang diberikan atau dengan cara memberikan pengutan kepada siswa yang mampu menjawab pertanyaan yang diberikan guru misalanya dengan memberikan pujian, memberikan nilai yang sangat memuaskan, memberikan tepuk tangan, memberikan senyuman, ancungan jempol atau dengan cara yang lainnya yang dapat membuat bangga siswa yang telah berhasil. Untuk siswa yang tidak berhasil menjawab pertanyaan yang diberikan guru akan diberikan kegiatan remedial sebagai bentuk penguatan berupa pengulangan (drill).
C.    Kelebihan dan Kelemahan Teori Pengkondisian
Kelemahan Teori Pengkondisian Skinner adalah tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. Hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa. Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi didalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking Juara di kelas yang mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa: misalnya penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari atau olahraga.

Kelebihan Teori Pengkondisan Skinner adalah Kelebihan dari Teori Skinner ini adalah pada teori ini, seorang pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. Hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.

0 komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Diberdayakan oleh Blogger.