A.
TEORI
PENGKONDISIAN OPERAN SKINNER
Skinner
(1958) memberikan definisi belajar “ Laerning is a process of progressive
behavior adaptation”. Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa belajar
itu merupakan suatu proses adaptasi perilaku yang bersifat progresif.
Teori pengkondisian
yang terkenal adalah pengkondisian operan (operan conditioning) yang dirumuskan
oleh Burrus Frederick (1904-1990). Diawali pada 1930-an, Skinner menerbitkan
serangkaian tulisan ilmiah yang melaporkan hasil-hasil penelitian laboratorium
terhadap binatang tempat ia mengindetifikasi berbagai komponen dari
pengkondisian operan. Skinner merangkum sebagai sebagai besar dari karya tulis
awalnya ini dalam bukunya yang terkenal,The Behavior of Organisms
(Skinner,1938).
Sejarah Munculnya Teori Kondisioning
Operan B.FSkinner
Asas pengkondisian operan B.F
Skinner dimulai awal tahun 1930-an, pada waktu keluarnya teori S-R. Pada waktu
itu model kondisian klasik dari Pavlov telah memberikan pengaruh yang kuat pada
pelaksanaan penelitian. Istilah-istilah seperti cues (pengisyaratan), purposive
behavior (tingkah laku purposive) dan drive stimuli (stimulus dorongan)
dikemukakan untuk menunjukkan daya suatu stimulus untuk memunculkan atau memicu
suatu respon tertentu. Skinner tidak sependapat dengan pandangan S-R dan
penjelasan reflex bersyarat dimana stimulus terus memiliki sifat-sifat kekuatan
yang tidak mengendur. Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya
perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme
berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu, banyak tingkah laku menghasilkan
perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap
organisme dan dengan begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespon nanti.
Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan
oleh John Watson. Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi
tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi. Tidak seperti halnya
teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari kontradiksi yang
ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning
instrumental dari Thorndike. Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua
jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung
jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.
Istilah
pengkondisian operan yang diperkenalkan oleh fisiolog Amerika ini
menyempurnakan prosedur Thorndike. Skinner memakai tikus sebagai bahan
penelitiannya, dan dalam penelitian ini ia melengkapi kotak jebakan dengan
umpan di sana-sini sebagai petunjuk arah yang benar. Kotak jebakan ini terdiri atas dua
komponen, yaitu manipulandum dan alat pemberi penguatan (reinforcement) yang
antara lain berupa wadah makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat
dimanipulasi dan gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Komponen ini
terdiri dari tombol, batang jeruji, dan pengungkit.
Dalam eksperimen ini, mula-mula tikus mengeksplorasi kotak dengan berlari-lari
atau mencakari dinding. Aksi ini disebut “emitted behavior” (tingkah laku yang terpancar
tanpa mempedulikan stimulus tertentu). Sampai pada suatu ketika secara
kebetulan salah satu “emitted behavior” tersebut dapat menekan pengungkit yang
menyebabkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya sehingga tikus
dapat mendapatkan makanan.
Butir-butir makanan ini merupakan reinforce bagi penekanan pengungkit.
Penekanan pengungkit inilah yang disebut tingakah laku operant yang akan terus
meningkat apabila diiringi dengan reinforcement, yakni pengauatan berupa
butir-butir makanan yang muncul.
Skinner menyimpulkan
mekanisme hukuman dan hadiah itu memang mempertajam respons hewan sekaligus
memacunya belajar. Pengkodisian operan sesungguhnya adalah bentuk sederhana
dari cara belajar atau modifikasi perilaku, dan inilah unsur terpenting dari
riset Pavlov meskipun pada saat itu belum begitu nampak.
Teori ini dikembangkan oleh B.F
Skinner.Menurut Skinner dalam (Dimyati Mahmud, 1989: 123) tingkah laku bukanlah
sekedar respon terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang disengaja atau
operant. Operant ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya.
Skinner mengemukakah bahwa perubahan
perilaku tergantung pada konsekuensinya yang segera. Konsekuensi yang
menyenangkan menguatkan perilaku, sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan
melemahkan perilaku itu. konsekuensi yang menyenangkan biasanya dinamakan
penguatan (reinforcement), sedangkan konsekuensinya yang tidak menyenangkan
dinamakan hukuman (punishment). Menurut Skinner, konsekuensi sangat menentukan apakah seseorang
akan mengulangi atau tidak suatu tingkah laku pada saat lain di waktu yang akan
datang.
Tingkah laku merupakan hubungan
antara rangsangan dengan respons yang diberikan. Skinner membedakan adanya dua
macam respon, yaitu:
- Respondent response (reflexive response),
yaitu respon yang ditimbulkan oleh suatu perangsang-perangsang tertentu.
Misalnya, keluar air liur saat melihat makanan tertentu.
Perangsang-perangsang yang demikian itu disebut eliciting stimuli,
menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Pada umumnya,
perangsang-perangsang yang demikian mendahului respon yang ditimbulkannya.
- Operant response (instrumental response),
yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsang-peerangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinforcing
stimuli atau reinforcer, karena perangsang itu memperkuat
respon yang telah dilakukan oleh organisme. Jadi, perangsang yang demikian
itu mengikuti (dan karenanya memperkuat) sesuatu tingkah laku tertentu
yang telah dilakukan. Misalnya, jika seorang anak belajar (telah melakukan
perbuatan), lalu mendapat hadiah, maka ia akan menjadi lebih giatbelajar
(intensif/ kuat).
Pada kenyataannya, respon jenis pertama
(respondent/reflexive response/behavior) sangat terbatas adanya pada manusia.
Sebaliknya operant response/behavior merupakan bagian terbesar dari tingkah
laku manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tak terbatas. Oleh
karena itu, fokus teori Skinner adalah pada respons atau jenis tingkah laku
yang kedua ini. Persoalannya adalah bagaimana menimbulkan, mengembangkan dan
memodifikasi tingkah laku-tingkah laku tersebut (dalam belajar atau dalam
pendidikan).
1.
Penguatan
Penguatan
didefinisikan sebagai segala konsekuensi yang memperkuat yaitu meningkatkan
frekuensi perilaku. Efektivitas penguatan harus didemonstrasikan atau
ditunjukkan, tidak bisa dikatakan suatu penguatan sebelum ada bukti bahwa
penguatan itu menguatkan perilaku seseorang. Misalnya, gula-gula mungkin
dianggap penguatan bagi anak-anak, tetapi setelah anak makan kenyang gula-gula tidak
disukai lagi. Bahkan anak-anak tertentu tak suka gula-gula. Ini menunjukkan
bahwa tak ada penguatan yang dapat menjadi penguat bagi setiap orang dalam
semua kondisi. Jenis-jenis penguatan tersebut antara lain :
a.
Penguatan primer dan
penguatan sekunder
Penguatan
primer memberi kepuasan pada kebutuhan fisik manusia, seperti makanan, air,
keamanan, kehangatan, dan seks. Penguatan sekunder adalah penguatan yang
menghendaki nilai dengan mengasosiasikan kepada penguatan primer atau penguatan
sekunder yang mapan lainnya. Sebagai contoh, uang tidak punya nilai bagi
anak-anak sampai anak itu belajar bahwa uang bisa digunakan untuk membeli
sesuatu yang sifatnya primer atau sekunder. Angka adalah kecil sekali nilainya
bagi siswa sampai orang tuanya mengingatkannya dan menghargainya, dan hadiah
orang tua bernilai karena dikaitkan dengan cinta, kehangatan, keselamatan, dan
penguatan lainnya. Uang dan angka adalah contoh penguat sekunder karena tidak
punya nilai kecuali dikaitkan dengan penguatan primer atau penguatan sekunder
yang telah mapan. Ada tiga kategori dasar penguatan sekunder :
1. Penguatan
sosial seperti hadiah, senyum, pelukan, perhatian.
2. Penguatan
kegiatan, seperti kesempatan memainkan permainan, game, atau kegiatan
menyenangkan, dan
3. Token
atau penguatan simbolis, seperti uang, angka, bintang, atau koin yang dapat
ditukar dengan penguatan lainnya.
b.
Penguatan positif dan
negatif
Penguatan yang paling sering
digunakan adalah barang yang diberikan pada siswa. Ini dinamakan penguatan
positif karena dapat memperkuat perilaku yang meliputi hadiah, angka, dan
bintang. Namun cara lain untuk menguatkan perilaku adalah menghilangkan
konsekuensi perilaku yang tidak menyenangkan atau menjauhkan sesuatu yang tidak
menyenangkan terjadi. Penguatan yang menghilangkan situasi yang tidak
menyenangkan dinamakan penguatan negatif. Istilah ini sering disalahtafsirkan
sebagai hukuman. Untuk menghindari salah tafsir ini perlu diingat bahwa
penguatan baik positif maupun negatif memperkuat perilaku sedangkan hukuman
melemahkan perilaku.
2.
Hukuman
Hukuman menurut Skinner
(Schunk, 2012), konsekuensi yang menghasilkan berkurangnya perilaku atau
seperti yang dikemukakan oleh Slavin (2009), hukuman adalah konsekuensi yang
tidak memberi penguatan tetapi melemahkan perilaku. Hukuman ditujukan untuk
mengurangi perilaku dengan menjatuhkan konsekuensi yang tidak diinginkan. Hukuman menurunkan kemungkinan munculnya respon
terhadap sebuah stimulus di masa mendatang. Hukuman meliputi 3 ( tiga ) bentuk
yaitu:
a.
Hukuman
presentasi
Hukuman
presentasi adalah penggunaan konsekunsi yang tidak menyenangkan atau rangsangan
yang tidak sesuai seperti siswa di suruh menulis “ saya tidak akan membuang
sampah sembarangan “ 200 kali.
b.
Hukuman
penghapusan
Hukuman
penghapusan adalah penghapusan penguatan. Misalnya siswa di hokum dengan tidak
boleh istirahat, berdiri di depan kelas, atau di hilangkan hak- haknya.
c.
Time out
Bentuk lain
dari hukuman adalah “ time out “ yaitu menghukum siswa yang perilakunya
melanggar tata tertib kelas dengan menyuruh berdiri di sudut kelas, dengan
tujuan agar perilaku nakal itu dapat hilang atau agar siswa lain terhindar dari
perilaku nakal. Di luar itu , ada 4 alternatif hukuman yang di pandang edukatif
dan lebih sejalan dengan teori pengkondisian operan :
1.
Mengubah
stimulus – stimulus diskriminatif , misalnya memisahakan tempat duduk siswa
yang berperilaku buruk dari siswa yang lain yang berperilaku buruk pula.
2.
Membiarkan
perilaku yang tidak di inginkan terus berlanjut, misalnya siswa yang berdiri
padahal seharusnya duduk di suruh untuk terus dan tetap berdiri.
3.
Menghilangkan
perilaku yang tidak di inginkan , misalnya, tidak mengacukan perilaku negatif
ringan supaya tidak di perkuat olehperhatian guru.
4.
Mengkondisikan
perilaku yang tidak sesuai , misalnya menguatkan kemajuan belajar hanya ketika
siswa tidak berperilaku buruk ( schunk , 2012 )
Banyak
pendapat penelitian menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus penggunaan hukuman
dapat memperbaiki perilaku misalnya, bagi beberapa siswa yang biasa keluar
kelas tanpa izin di hukum dengan menunda kepulangannya sepuluh menit di banding
siswa lainnya. Bisa di pastikan
mereka yang di hukum tidak akan berani lagi keluar kelas tanpa izin. Tapi perlu di ingat bahwa dalam member hukuman
harus di rasakan sebagai nestapa. Jika tidak maka itu bukan hukuman. Misalnya,
siswa yang suka menganggu teman duduknya di hukum dengan disuruh keluar kelas.
Di luar kelas, siswa malah senang bisa makan bakso di kantin atau malah pulang
ke rumah.
B.
TEORI
SKINNER DALAM PEMBELAJARAN IPA
Menurut Skinner mengajar adalah
mengatur kesatuan penguat untuk mencapai proses belajar. Dengan demikian tugas
guru harus sebagai arsitek dalam membentuk tingkah laku siswa melalui penguatan
sehingga dapat membentuk respons yang tepat bagi siswa.
Dengan kata lain focus nyata dalam
pengajaran adalah pemberian penguatan yang konsisten, segera dan positif bagi
tingkah laku yang tepat dan bagi pencapaian tujuan pengajaran yang diinginkan.
Pengajaran berprogram adalah model yang diajukan oleh Skinner berdasarkan teori
belajarnya.
Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam teori belajar Behaviorisme yang berpedoman pada perubahan tingkah laku
setelah melakukan pembelajaran dapat diterapkan dengan menggunakan stimulus-stimulus
yang dapat membangkitkan semangat siswa dalam belajar dan mampu merangsang
siswa untuk mengubah perilakunya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Misalnya dalam mengajarkan materi tentang diri sendiri di kelas I SD, stimulus
dapat diberikan dengan cara menunjukkan gambar/foto Tubuh manusia atau menunjukkan
torso manusia, dengan menunjukkan media tentu siswa akan lebih tertarik dan
termotivasi untuk melakukan pembelajaran.
Selanjutnya dengan menunjukkan media
pembelajaran yang menarik tentu siswa akan menunjukkan respons yang positif,
respons yang diberikan siswa merupakan tindakan, jika siswa melakukan perubahan
tingkah laku , (misalnya siswa bertanya fungsi anggota tubuh manusia, atau
mampu menjawab pertanyaan yang diberikan guru setelah melihat media contohnya
menujukkan bagian tubuh manusia dan bertanya pada siswa apa fungsinya siswa
yang mampu menjawab dengan benar dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai diindikasikan telah terjadi perubahan perilaku yakni perilaku
dari tidak tahu menjadi tahu)
Untuk mempertahankan pengetahuan
dalam benak siswa dalam pembelajaran IPA sesuai dengan teori Operant
Concitioning yang dikemukan Skinner. Operant Conditioning atau pengkondisian
operan adalah suatu proses penguatan perilaku operan (penguatan positif atau
negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali.
Dalam pembelajaran IPA agar pengetahuan (perilaku/tindakan) siswa dapat
bertahan dalam ingatannya perlu dilakukan pengutan dengan cara mengulang
(drill) materi yang diberikan atau dengan cara memberikan pengutan kepada siswa
yang mampu menjawab pertanyaan yang diberikan guru misalanya dengan memberikan
pujian, memberikan nilai yang sangat memuaskan, memberikan tepuk tangan,
memberikan senyuman, ancungan jempol atau dengan cara yang lainnya yang dapat
membuat bangga siswa yang telah berhasil. Untuk siswa yang tidak berhasil
menjawab pertanyaan yang diberikan guru akan diberikan kegiatan remedial
sebagai bentuk penguatan berupa pengulangan (drill).
C.
Kelebihan
dan Kelemahan Teori Pengkondisian
Kelemahan Teori Pengkondisian Skinner adalah tanpa
adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi
kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. Hal tersebuat akan menyulitkan
lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Beberapa kekeliruan dalam penerapan
teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk
mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan
sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri
kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun
fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk
pada siswa. Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi
didalam situasi pendidikan seperti penggunaan rangking Juara di kelas yang
mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi
penguatan sesuai dengan kemampuan yang diperlihatkan sehingga dalam satu kelas
terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi yang ditunjukkan para siswa:
misalnya penghargaan di bidang bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari
atau olahraga.
Kelebihan Teori Pengkondisan Skinner adalah Kelebihan dari Teori Skinner
ini adalah pada teori ini, seorang pendidik diarahkan untuk menghargai setiap
anak didiknya. Hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal
itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga
dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
0 komentar:
Posting Komentar